A Little Introducing

Malang, Jawa Timur, Indonesia
Birth name Ilham Rianto. Im just an ordinary guy with some ordinary writings who one day will be a movie director.

Selasa, 26 November 2013

Keindahan dalam kesedihan

Akhirnya aku bisa kembali nulis lagi, tapi cerpen ini beda dengan lainnya, gak ada kaitan dengan cinta! Aku buat hanya dalam semalam jadi kalau ada salah kata beritau ya via twitter :)

Semua karena uang...


       Uang adalah kehidupan... Tanpanya kita tidak bisa hidup karena tak bisa memenuhi kebutuhkan kita kecuali untuk mereka yang hidupnya memang sudah dari lahir hidup tanpa uang. Kenapa kita diperbudak oleh uang? Kenapa kita ingin sekali untuk memilikinya dalam jumlah yang begitu banyak? Memenuhi keinginan tak bisa kita lakukan tanpa uang. Bisakah kita hidup tanpa memiliki keinginan kita?

       Tak bisa terbayangkan kini kakakku berada di dalam jeruji besi. Kejahatan yang dilakukannya selama ini telah terbongkar. Pencurian uang dari black market, menjual barang-barang terlarang. Ku tak tau apa yang akan dilakukan ibuku jika ia masih ada. Mungkin apabila ia masih ada, kita tak mungkin dalam keadaan hancur seperti ini. Dari kekayaan kita dulu yang kita miliki, apapun yang kita inginkan bisa kita beli menjadi keluarga yang mengalami kelaparan setiap malam. Kesalahan ayah dalam mengambil investasi yang membangkrutkan perusaahaan dengan utang yang begitu banyak belum terbayar menghancurkan segalanya. Memang mungkin ini cobaan yang begitu berat untuk kita. Mungkin ini azab dari yang telah kita lakukan saat kita punya. Rasa syukur tak ada dalam hati membawa kita dalam keadaan seperti ini. Kedua adikku yang kini masih duduk di bangku SMP mengalami kesusahan dalam pembelajaran. Minimalnya buku dan sedikitnya uang sangu membawa mereka kedunia jalanan dengan patah semangat untuk bersekolah kembali. Ayah memang tak bisa kembali kerumah untuk membayar utangnya. Menjenguk saja tidak boleh. Tinggal aku sendiri tertinggal di rumah yang dibangun oleh ayah dari kakkeku

       "Kini aku merasa bebas ndra" kata-kata yang terlontarkan dari kakakku, melihatnya memakai pakaian oren didepan kaca yang memisahkan kita berdua.

       "Disinilah kehidupan baruku, aku merasa bebas ndra, dari dulu ingin kuhentikan perbuatanku. Tapi ku tak bisa, keinginanku dalam hatiku untuk memiliki uang yang seharusnya kita masih miliki tak bisa hilang. Aku masih tak bisa terima apa yang terjadi pada kita. Di sini aku bebas dari melakukan kejahatan, aku senang, belajar lagi untuk melakukan kebaikan" mendengar kata-katanya itu menghasilkan air mata mengalir seperti sungai di keningku.

       Entah apa yang harus kukatakan. Aku sangat ingin meminta maaf karena tak pernah melarang atau menasehatinya tetapi jika kulakukan itu aku hanya akan menyalahkan diriku sendiri. Ayahku berpesan kepadaku tuk jangan pernah menyalahkan diri sendiri. Kuhanya dapat menuangkan air mata dan pergi seusai waktu bertemu habis. Ku lalu pergi, setiap langkah yang kuambil kuingat tentang kakakku. Seorang pahlawan bagiku harus pergi dari hidupku. Penjara seumur hidup yang telah ditetapkan oleh hakim telah mengambil semua letak kebahagiaanku. Hanya satu yang tinggal bertahan, yaitu cintaku kepada Dira. Hanya ia yang kurasa saat ini mencintaiku seperti kumencintainya...

       Kucoba hubungi Dira, ingin kulontarkan semua yang aku rasakan saat ini. Kutekan satu persatu tombol dalam hpku. Nomornya yang selalu kuingat. Lalu ku tekan tombol yang bewarna hijau. Menunggu suara balasan dari HP nokia ku yang telah kumiliki selama 5 tahun lamanya. Terdengar suara perempuan yang ternyata adalah "Nomor yang anda tuju, sedang tidak aktif ..." Kucoba ulangi terus apakah nomor itu salah atau benar. Tetapi hasilnya tetap, tak ada yang menjawab.

       Kakiku terus bergetar, sepertinya kutidak ada harapan lagi. Teman lalu kupikirkan tetapi itu hanya tambah menurunkanku. Serasa teman-temanku hanya mempergunakanku saat ku punya, sekarang mereka seperti para ibliss yang meninggalkan kita saat kita dalam kehancuran. Mengatasi kakiku yang bergetar kuberlari kepada rumah dira. Kulari dengan kencang dengan menahan tangisanku. Kuterus berlari dan tak berhenti, tak peduli apa yang ada di depan. Suara klakson saat melintas jalan raya, suara orang berteriak yang telah kutabrak, suara burung berterbangan yang sebelumnya sedang makan di jalanan, tak peduli yang penting sampai menemuinya! Lalu akhirnya kulihat seorang perempuan, memeluk erat seorang pria. Tak salah lagi orang itu adalah Dira. Dira lalu pergi dengan lelaki itu dengan mobil yang dibawanya. 

Apa yang harus kulakukan?
       Iya, semua harapanku hilang. Dan uang, ini adalah salahmu! Kenapa kau begitu membuat kita sengsara! Apakah tujuanmu berada didunia ini! Nikmatmu sungguh hanyalah sementara! Kau menyesatkanku agar ku menghamburkanmu tanpa rasa syukur, setelah itu kau tinggalanku sendiri sehingga makan aja begitu susah! Kau memang nila. Seperti susu yang diberi setetes nila. Kau menghancurkan segalanya.

       Ku kembali ke tempat aku tinggal, kubuang semua yang kupunya. Tak ada lagi keindahan dalam hidupku ini. Tak bisa aku berpikir ke depan lagi. Tertemukan sebuah tali didepan rumahku. Kuikat tali itu kuat-kuat diatas tempat kipas angin yang kini telah rusak. Kubuat sebuah tulisan, lama sekali sejak aku terakhir kali menulis. Kutulis sesuatu disebuah kertas menyatakan untuk siapapun yang membaca ini "Bersyukurlah sebelum uang merenggut kebahagiaanmu"
Lalu tali itu kubuat sebuah lingkaran ditengah... dan akhirnya...

Aku melihatnya... Keindahan...
       Kulihat sebuah dunia yang begitu indah didalam lingkaran itu, di dunia saat uang tak lagi dibutuhkan. Ibukku disana... Aku melihatnya, ku ingin segera menemuinya... Kulompat dan disitulah letak keindahanku...



 Keindahan... Apa kau melihatnya?



0 komentar:

Posting Komentar