Selasa, 14 Januari 2014
Malam Ritual Chapter 2
Sampai di rumah azizah bersama hadi, sudah ada fara dan arinah disana. Tinggal menunggu satu teman lagi. Lagi-lagi membutuhkan penantian. Jangan-jangan kisah ini akan menjadi seperti lagunya Nikita Willy. Duduk di ruang tamu dengan disajikannya makanan lezat menjadi moodbooster bagiku. Aku memang sedang lumayan lapar. Masakan ibunya Azizah memang lezat, masakan semua ibu lezat. Tanpa kusadari ada handphone nya Rizal di meja. Kupegang dan lihat untuk memastikannya dan yang terlihat adalah handphone nya yang hampir mati kehabisan batterai.
“Astaga Hpku lobat!” Frustasi Rizal dalam suasana menegangkan itu. “Coba lihat Hp kalian!”
“Punyaku udah mati sejak di mobil!” Fadil membalas, sambil melihat hpku juga ternyata sudah mati. Power bank nya semua ada di tenda. Sudah tidak ada cara untuk kami menghubungi yang lain. Lalu kita memilih untuk melihat kepala kakek yang tadi kutemui. Memastikan bahwa apa yang aku lihat itu memang benar. Kita berjalan dengan pelan-pelan menuju ruangan itu dan Rizal membuka pintu kamar itu dengan perlahan. Aku di belakang dengan Fadil didepanku lalu Rizal mendorong pintu itu dengan cepat. Kepala kakek itu memang ada dengan darah bercucurun sepanjang tempat tidur. Hal itu makin menjadi misteri bagi kami, apakah kakek ini orangnya kembar? Setelah kita lihat dan selidiki darahnya menuju ke bawah tempat tidur. Kolong tempat tidur tepatnya yang ditutupi selimut. Kita memutuskan untuk membuka dan melihat mengapa darahnya mengarah ke situ. Aku dan Rizal siap melihat ke bawah sedangkan Fadil tak berani, ia bagian menarik selimutnya.
“Kalian siap?” Tanya Fadil dengan tangannya yang bergemetaran. Tentu saja aku dan Rizal siap, rasa penasaran kami sangat ingin melihatnya.
“Oke, satu … dua… TIGA!” Fadil menarik selimut itu dengan kencang. Setelah kita lihat apa yang ada di bawah kolong tempat tidur itu aku dan rizal melompat ke belakang dan berteriak. Sedangkan Fadil hanya melihat kita dengan wajah ketakutannya itu.
“Hey kuntilanak!” Teriak Rizal. Iya yang di bawah tempat tidur itu ialah wanita yang kita lihat sebelumnya, karena kini ia begitu dekat dengan kita, Rizal tanpa banyak pikir memutuskan untuk berbicara langsung dengannya. Sebuah mimpi buruk yang selama ini aku takuti terjadi, hantu dibawah kolong tempat tidur. Sambil merangkak keluar dengan mulut yang tangan yang penuh dengan darah ia keluar. Melihatnya sedekat ini bertiga lebih menenangkan daripada harus melihatnya dari kejauhan di wilayah yang luas. Sampai kepala kuntilanak itu keluar dari bawah kolong tidur, ia kelihatan menangis. Wajahnya begitu menyeramkan, wajah yang begitu pucat, pupil mata yang merah besar dan rambut yang berantakan. Ia makin mendekat kepada Rizal hingga memegang kakinya Rizal.
“Apa yang kau inginkan dari kami!” Teriak Rizal. Tiba-tiba dengan cepatnya kuntilanak itu bertatapan langsung dengan Rizal dengan jarak hanya beberapa centi saja. Rizal begitu berani menghadapinya, membuatku terkagum dengan keberaniannya. Dalam suasana gelap ini lalu kuntilanak itu mulai berbicara.
“SIAPA YANG MEMBUNUH ANAKKU!” Teriak kuntilanak itu. Sambil merangkak ke atas tempat tidur memegang kepala sang kakek. Tiba-tiba terdengar benturan keras seperti pintu rumah itu telah terbuka. Aku, Rizal dan Fadli melihat ke sumber suara sedangkan sang kuntilanak menghilang dengan kepala kakek itu tanpa meninggalkan jejak. Kita segera menuju ke ruangan depan tetapi sebelum kita sampai di sana kita mendengar sebuah teriakkan keras seperti suara teriakan ketakutan. Dan saat kita sampai, sang kuntilanak berada disana terlebih dahulu. Sepertinya kuntilanak itu berniat menakuti entah siapa mereka yang mendobrak pintu itu. Lalu kuntilanak itu menghadap kembali kepada kami bertiga.
“TOLONG CARI PEMBUNUH ANAKKU! TOLONG CARI…!” Kuntilanak itu mengatakan itu dengan berteriak, lalu menangis. Kali ini ia menangis darah, entah kenapa rasa takutku kepadanya sudah mulai menghilang. Ia tak ada maksud jahat kepada kami dan kita tidak menganggunya, ia malah meminta bantuan kepada kita. Tetapi yang menjadi misteri terbesar saat itu adalah kenapa seorang kakek-kakek itu adalah anak sang kuntilanak yang tak terlihat tua sama sekali?
“Kenapa kau tak mencarinya sendiri?” Fadil menjawabnya. Ini suatu hal yang membuatku terkejut juga. Kenapa Fadil baru bisa berani sekarang?
“ME RE KA AKAN MELAKUKAN SEBUAH RITUAL MALAM INI! MEREKA AKAN MEMUSNAHKAN KITA! TOLONG CARI TAU PEMBUNUH ITU!” Kali ini teriakan sang kuntilanak menakutkan kami lagi, teriakan terakhirnya itu benar-benar tidak bisa dilupakan oleh otakku. Setelah ia berteriak itu, ia menghilang. Belum kita introgasi sudah menghilang, benar-benar menyebalkan. Dia bilang ‘kita’, siapakah ‘kita’ itu dalam kalimat terakhirnya. Siapa yang ia maksud?
Pikiran kami bertiga benar-benar kosong seolah kita dipermainkan dalam sebuah game horror. Kita tidak tau tujuan atau maksud dari semua ini. Berawal dari wajah mencurigakan sang kakek, lalu suara tabrakan mobil yang saat kita berjalan menuju suara tabrakan itu terlihat lilin-lilin terbentuk segita lingkaran dan akhirnya bertemu dengan wanita bergaun putih. Apa yang akan terjadi selanjutnya kepada kita. Pocong? Gendruo? Tuyul? Apalagi? Seharusnya kita membawa sebuah alat perekam agar kita dapat merekam semua kejadian ini dan membuatnya menjadi sebuah film seperti film keramat.
Satu buah senter menemani kita berjalan kembali menuju ke mobil. Seingatku ada senter cadangan yang disimpan oleh ayahku dibawah kursi mobil. Suasana merinding takut akan bertemu dengan sesuatu yang tidak kita duga-duga, ini tanah luas, tidak seperti di dalam rumah itu tadi. Kami bertiga berpikir untuk keluar dari taman nasional ini mengikuti arus jalan mobil yang kita lalui dan melaporkan semua yang kami alami kepada siapapun yang kita temui diluar sana. Rizal berjalan didepan memegang senternya, fadil ditengah dan aku dibelakang. Fadil memegang pundak rizal, dan aku memegang pundaknya. Kita berdua memandang ke bawah. Kita tak berani untuk melihat ke depan, hanya Rizal lah yang memiliki tekad untuk melihat apapun yang akan terlihat. Tetapi ia tiba-tiba berhenti dan tangannya mulai bergetar lebih kencang.
“Hey guys, kalian bisa membuka permen kan?” Tanya Rizal kepada kita berdua.
“Suasana begini masih bisa bercanda, hebat lu zal.” Gue bales dan berpikir hanya buat itukah ia berhenti?
“Jadi kalian bisa ya, karena ada permen besar, putih, dan atasnya sudah terbuka memiliki dua titik merah.” Perkataannya itu membuat aku dan Fadil terkejut. Kita berdua melihat ke depan dan tidak salah lagi. Itu sebuah penampakan pocong. Iya pocong… Aku segera menutup mulutnya Fadil dengan tanganku, sudah pasti ia akan berteriak seperti kejadian sebelumnya. Sekitar 20 meter jaraknya antara kita dengan pocong itu, tetapi ia makin mendekat. Pocong ini lalu meloncat ke arah kita, loncatannya sekitar 10 meter. Makin mendekat, lalu sebuah suara teriakan terdengar darinya. “TOLONGI KAMI!”
To Be Continued...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
terusno ham..
nayamul critone
lanjoott woi !! wkw
Posting Komentar