A Little Introducing

Malang, Jawa Timur, Indonesia
Birth name Ilham Rianto. Im just an ordinary guy with some ordinary writings who one day will be a movie director.

Sabtu, 04 Oktober 2014

Kamu Daripada Permata

Sudut pandang orang pertama lagi, lebih suka menulis cerpen dengan sudut pandang orang pertama
Ohya ini belum sempet diedit, langsung capcuscin, mohon bantuannya kalo ada kata-kata yang kurang pas atau ejaan yang salah

Kamu Daripada Permata

            Keanggunan yang ia miliki memang adalah sesuatu yang tak akan pernah lepas dari sejak kita pertama kali bertemu. Rambutnya yang panjang itu terkena hembusan angin dengan senyum yang sangat indah darinya, kita saling mencuri pandang. Tanpa mengkhiraukan apa yang ada di sekitar kita, tatapan mataku hanya tertuju padanya dan matanya hanya tertuju padaku. Pandangan pertama, awal aku berjumpa, ia kah wanita yang harus aku tulis di lembaran baruku?

            Salah satu hal yang membuatku ingin segera menuju ke tingkat SMA saat aku masih SMP itu wanita seperti dia. Bertemu dengan wanita yang bisa membuat hatiku tergoyah dengan kecantikan yang luar biasa indahnya. Aku mengatakan pada diriku saat melihatnya pertama kali bahwa “She’s mine!” Dia milikku! Dengan mataku yang terus tertuju padanya, aku mendatanginya dengan berlagak keren agar ia terpesona denganku, lalu kukatakan padanya “Hai permata, bolehkah aku berkenalan denganmu?”

            Godaan dari teman-teman yang mengelilingi kita aku hiraukan, tetapi wajahnya yang mulai pucat membuatku langsung mengambil tindakan pertama

            “Namaku Faris, mungkin kamu sudah ada yang memiliki, tetapi seenggknya, ijinkan aku untuk menggenal wanita secantik dan seanggun dirimu.” Aku memperkenalkan dia secara langsung dengan mengarahkan tanganku padanya.

            “Namaku Bella, dan iya aku ada yang memiliki, yaitu orang tuaku” balasnya dengan suaranya yang terdengar merdu olehku, lalu ia menjabat tanganku. Pertama kali aku memegang tangannya yang halus nan mulus itu masih teringat di dalam mind history ku.

            Berawal dari hari pertama mos sampai kenaikan kelas, kita menjadi pasangan yang diidam-idamkan oleh siswa-siswi lain. Cowok setampanku dan cewek secantiknya. Memang kami berdua sering dibicarakan oleh siswa-siswi lain dari sekolah kita maupun sekolah lain. Foto-foto kita berdua yang kita upload di instagram dan sosial media lainnya membuat kita menjadi bahan pembicaraan oleh mereka. Banyak dari teman-teman cewek mengatakan bahwa aku adalah lelaki yang romantis tetapi menurutku aku biasa saja, lalu teman-teman cowok yang terus menanyakan ‘Sudah kau apakan saja Bella?’ Pertanyaan-pertanyaan yang hanya aku balas dengan tawaan.

            Tinggal menunggu pengumuman kelas mana kita akan berpindah, aku hanya berharap bisa sekelas sama Bella sedangkan teman-teman lain pasti aku bisa mengenal mereka dengan mudah ataupun sudah mengenal mereka. Aku hanya ingin merasa lebih dekat dengan Bella. Aku tak ingin lelaki lain mendekatinya ataupun menganggunya. Aku akan menjaganya dimanapun ia berada.

            Suara yang ramai terdengar dari arah madding, aku yakin itu adalah pengumuman kelas, aku langsung memegang tangannya Bella dan mengajaknya untuk melihat.

            “Kamu sekelas sama aku ris!” Kata-kata yang tak ingin kudengar dari suara itu, kata-kata membuat hatiku menangis karena harus sekelas lagi sama dia, orang yang paling menyebalkan di dunia yang pernah aku kenal, Andri. Ia adalah teman pertamaku saat aku berada di sekolah ini, tetapi setelah lama mengenalnya, ternyata selama aku mengenalnya ia hanya memakai topeng. Bella hanya tertawa dan menyuruhku untuk bersabar, lalu aku semakin penasaran siapakah yang akan menjadi teman seruangan denganku selama satu tahun. Aku menyelempitkan diriku agar bisa mencapai tempat terdepan dan setelah aku melihat namaku berada di XI IPA 1 dan Bella tidak sekelas denganku, perasaan hati ini sedih lalu ku mundur keluar dari kerumunan itu.

            “Sudah, gak papa, kita gak sekelas, tetapi aku yakinkan kita masih bisa mempertahankan apa yang telah kita lakukan selama hampir setahun ini, oke Faris?” Suara yang lembut itu menenangkan hatiku, lalu aku mengajaknya untuk pergi jalan-jalan sepulang sekolah karena aku merasa begitu ingin memeluknya. Ia memang membuatku begitu nyaman, dengan kehadirannya saja membuatku merasa tenang.

            Bel berbunyi, kita disuruh untuk memasuki kelas kita masing-masing untuk pembinaan dari wali kelas baru kita dan menyusun pengurus kelas. Ternyata Pak Adi adalah wali kelas baruku, salah satu guru yang aku paling benci di sekolah ini. Ia sering mengatakan yang tidak-tidak kepada guru-guru lainnya yang sampai tersebar ke siswa-siswi juga. Dia adalah guru matematika, cara mengajarnya enak, tetapi caranya bergaul dengan muridnya salah.

            “Faris! Ketuanya Faris aja!” terdengar dari suara seorang wanita, aku kenal suara itu, lalu kutoleh ke belakang. Ternyata wanita itu adalah Maria, teman lamaku yang walaupun satu sekolah sejak SD tetapi hubungan kita tak pernah dekat, mungkin kali ini kita akan mendapatkan kedekatan sebagai teman itu karena ini pertama kali kita sekelas.

            “Loh, kok aku? Aku gak cocok he!” ku coba untuk membela diriku agar tidak terpilih jadi ketua tetapi kata-kata apapun yang kukeluarkan, aku tetap kalah suara.

            Terpaksa aku menjadi ketua di kelas baruku itu. Aku memang ikut dalam osis, tetapi keinginan untuk menjadi pemimpin belum ada pada diriku. Pak Adi lalu membuat kita harus berpindah tempat duduk dan aku duduk di belakang disampingnya Maria. Aku merasa benar-benar sial pada hari itu.

            “Baru kali  ini kita sekelas, sekali sekelas langsung duduk bersebelahan, aneh bukan?” Maria membuat sebuah pernyataan yang aku hanya ku balas dengan sebuah senyuman.
            “Ah gak seru lu, diem aja, bapak ketua itu harus bisa berbaur dengan teman-temannya yang baru, apalagi dengan teman disebangkunya!”
            “Oke Maria, aku ini diem soalnya kesel sama kamu! Gara-gara kamu aku jadi ketua!”
            “Hahaha, suatu saat nanti kamu akan menjadi ketua yang membutuhkan tanggung jawab yang jauh lebih besar daripada saat ini, mungkin saat ini adalah saatnya kamu mulai belajar!” Jawab Maria dengan tertawa yang membuatku berpikir ‘Iya aku harus memulai’

            Mulai dari situ, aku dan Maria menjadi teman yang dekat, bahkan aku kadang-kadang jalan-jalan sama dia tanpa memberitau Bella. Aku merasakan sesuatu yang berbeda dari Maria, ia tidak cantik, tidak manis, tetapi kalau dibilang imut unyu bisa. Tetapi yang benar-benar membuatku lebih dekat dengannya adalah mulutnya yang besar itu, tak ada hari dimana mulutnya Maria terkunci rapat. Mungkin kelebihannya itu lebih aku rasakan daripada kelebihan yang terdapat pada Bella. Aku tak peduli dengan kekurangan, apabila kita menyukai seseorang, lihatlah kelebihannya jangan kekurangannya.

            Dengan Maria, aku merasa menjadi lebih hidup. Aku merasa bahwa setahun yang telah aku lalui bersama Bella, bukanlah diriku yang sebenarnya, tetapi hanya diriku yang memakai topeng. Maria bukanlah wanita anak orang kaya seperti Bella, ia lebih seperti diriku yang hidup sederhana tanpa merasakan kemewahan selayaknya orang kaya. Saat bersama Bella, aku selalu menghabiskan uangku dengan banyak karena selalu pergi ke tempat-tempat yang mewah yang harganya diatas standar. Mungkin biar lebih romantis suasananya tetapi aku selalu berpikir pada awalnya, ini uang orang tua ku yang aku pakai dan uang ini lebih berguna bagi mereka yang hidup di jalanan. Rasa cinta telah membutakan perasaan-perasaanku yang lainnya. Mungkin Tuhan membuatku dekat dengan Maria agar aku bisa mengatur perasaan-perasaan yang ada pada diriku.

            Aku kini bingung dengan perasaanku, aku ingin mengatakan bahwa aku menyukai Maria tetapi aku masih memiliki seseorang yang mencintaiku. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. Aku terdiam dan berpikir di kamar sambil melihat senja diluar jendela. Tiba-tiba Bella menelponku, ia mengajakku untuk makan malam bersamanya, mungkin itulah saatnya. Aku harus mengatakan perasaanku yang sebenarnya pada Bella bahwa aku tak merasakan hangatnya cinta bersamanya lagi.

            Sampai di restoran starlight, restoran bernuansa romance, aku datang dengan begitu gugup karena keinginanku untuk mengatakan semua yang ada dalam benakku. Terlihat Bella sudah duduk manis menungguku, lalu tersenyumlah dia melihatku dan langsung datang memelukku.

            “Sudah lama ya kita gak ke tempat ini? Ingat gak ini tempat pertama kali kita berkencan! Terus kamu kok sebulan ini gak pernah ngajak aku kencan, malah aku yang ngajak, kan tugasnya cowok itu! Tetapi gak papalah, pasti ada sesuatu, ceritakan padaku oke sayang.” Ia langsung mengatakan semua itu setelah melepaskan pelukannya. Aku hanya terdiam tanpa berkata-kata dan duduk ditempat kita. Lalu datanglah sang waitress.
            “Romanchee” Kata Bella kepada pelayan itu, romanche adalah paket menu buat pasangan-pasangan yang ada di situ, harganya 150 ribu, biasanya kami bagi dua atau kadang-kadang aku yang bayar atau dia yang bayar.
            “Jadi Romanche saja.” Kata si pelayan itu
            “Eh, tidak, pesen biasa aja, aku strawberry milkshake aja.” Aku hanya memesan minuman karena uangku yang tidak mencukupi karena tanggal tua dan aku tak ingin menghabiskan tabunganku.
            “Trus makananmu apa syang?”
            “Aku sudah makan, beli minum aja.”
            “Mas, 2 timberloin steak, minumannya sama.” Pesannya kepada pelayannya itu, lalu ia pergi membawa pesenannya kami.
            “2 Timberloin steak? Kamu mau makan dua-duanya?”
            “Enggak satunya buat kamu sayang, aku yang bayar.”
            “Bukan masalah membayar, tetapi aku sudah makan. Ada banyak orang yang lebih membutuhkan makanan itu daripada aku!”
            “Kamu kenapasih, kok jadi marah-marah begini, aku tadi kan nelpon dulu sebelum kita kesini, seharusnya kamu ngerti dong kalo mau makan diluar ngapain makan dirumah!”
            “Karena ibukku masak, aku sudah gak mau meninggalkan makanan ibuku untuk makan diluar dengan membayar dalam jumlah yang mahal seperti ini, belajarlah menghargai bella.”
            “Tapi kan aku nelpon duluan, sudahlah sayang kita nikmati aja makanannya nanti.”
            “Maaf tapi aku gak bisa, aku sudah capek memakai uang yang diberikan oleh orang tua ku untuk membeli makanan yang tak aku butuhkan, aku sudah capek menghamburkan uang bersamamu. Aku bukan orang kaya seperti kamu yang bisa membeli segala macam barang dengan mudah. Aku juga merasa tak seperti diriku setiap saat pergi bersamamu. Aku tertutupi, aku menutupi mukaku, aku memakai topeng saat bersamamu, aku memilih berhenti.”
            “Berhenti?! Seenaknya kamu ngomong berhenti didepanku! Kamu gak ngerti apa yang aku rasakan?! Kamu gak tau aku sudah lama menunggu agar bisa kencan denganmu lagi?! Terus untuk apa aku kesini?! Untuk mendengar kata berhenti darimu?! Tidak!”
            “Maafkan aku Bella, tetapi aku sudah tak bisa bersamamu lagi, aku sudah tak mau mencintaimu lagi.”
            “Ini pasti gara-gara perempuan itu, Maria kan namanya?!” Mendengar ia mengatakan nama Maria aku hanya terdiam.
            “Terserah, tapi aku gak mau berhenti! Ini uangnya kamu gak usah khawatir untuk membayar!” Ia berdiri, berteriak lalu mengambil air putih yang sudah disediakan dan melemparkan isinya kearah mukaku, semua orang melihat kami berdua, aku hanya menunduk dan ia pergi meninggalkanku sendiri dengan uangnya. Aku hanya diam menunduk sambil menunggu makanannya disajikan.

            Tak lama kemudian makanannya datang lalu aku menyuruh pelayannya untuk membungkus makanannya sedangkan minumannya aku minum langsung dua-duanya sampai habis. Aku ingat saat aku bersama Maria, saat aku makan malam bersamanya di warung jalanan lalu minumanku masih tersisah setengah saat aku hendak pergi, ia menyuruhku untuk duduk kembali menghabiskan minumanku. Ia bilang ‘Jangan mubazir, masih banyak orang lain yang ingin meminum minumanmu ini diluar sana.’ Semenjak saat itu aku sudah tak pernah menyisakan makanan dan minumanku.

            Mungkin itu adalah terakhir kali aku minum di restoran itu. Pesenannya aku bayar dengan seluruh isi dompetku lalu aku pergi dengan membawa bungkusan makanan dan uang Bella yang ia berikan untuk membayar pesenan kami, aku pergi ke panti asuhan terdekat yang ada di daerah itu dan memberikannya kepada pemilik panti asuhan tersebut.
            Saat aku menyalakan motor dan hendak pulang, telponku berdering, Maria menelpon.

            “Riss! Cepet kesini! Aku pingin cerita cepetan kerumahku ya!”
            “Ha ada apa?!”
            “Udah cepetaaan aku bahagiaaa bangeet! Buruan ya!” lalu ia langsung menutup.

            Aku penasaran dan segera menuju ke rumahnya. Kenapa ia bahagia? Apa mungkin karena Bella datang kepadanya untuk mengatakan apa yang telah aku katakana padanya? Tetapi tidak mungkin, kalau itu terjadi Maria pasti akan marah kepadaku. Aku berhenti berpikir dan hanya memikirkan jalan tercepat untuk dapat mencapai rumahnya Maria.
            Maria ternyata sudah menunggu didepan teras rumahnya, ia memang terlihat bahagia.

            “Ada apa ri?”
            “Kamu ingat cowok yang aku ceritakan itu kan?”
            “Siapa? Irfan?”
            “Iya cowok ituuu!” Jawabnya dengan tersenyum
            “Kenapa, kenapa, cerita ceritaa”
            “Dia tadi nembak aku di depan teman-temannya!” Saat ia mengatakan itu, perasaan hati ini rasanya seperti tertusuk oleh jarum yang sangat tajam.
            “Nembak? Oh bagus tuh, jadi kamu ini pacaran untuk yang kedua?”
            “Iya kedua, tetapi menurutku ini yang pertama, soalnya dulu saat masih SMP, aku hanya nyoba-nyoba, hehe, jadi itu bukan pacaran yang berdasarkan cinta. Bentar kamu kok bisa menyimpulkan kalo aku menerimannya?”
            “Melihat wajahmu yang bahagia ini , sudah pasti jawabannya iya, aku jadi ikut senang.” Aku teringat oleh sebuah kutipan dalam film Taiwan ‘Kamu benar-benar cinta apabila kamu bahagia apabila orang yang kamu cintai bahagia bersama orang lain’ Intinya seperti itu, tetapi dalam bahagiaku melihatnya bersama orang lain itu juga membuatku merasakan sakit.
            “Hehe, begitu ya, haduh aku senang banget ris, sekarang kita bisa double date!”
            “Double date ya? Haha gak bisa Maria, aku ini aja barusan putus.”
            “Ha? Putus kenapa?!”
            “Aku putus karena aku ingin bersamamu.”
            “Ha? Beneran..”
            “Haha, ya enggak, aku tak menjadi diriku sendiri saat bersamanya, kamu sendiri kan yang bilang kalo menurutmu hubungan yang berlangsung lama adalah hubungan yang apabila dari kedua pihak menjadi diri mereka sendiri, dan kamu menjadi dirimu sendiri kan kalo sama Irfan?”
            “Loh, itu kan hanya sekedar pendapat dariku ris, bukan berarti kamu harus putus sama Bella.”
            “Iya, tapi pendapatmu itu benar, aku tak merasakan kenyamanan bersamanya.”
            “Hmm, yaudah turut berduka yaa”
            “Haha seperti ada yang meninggal aja, sekarang pesan-pesanku buat kamu bersamanya”
            “Yeaaaa pesaaan!”
            “Pesanku sih simple dan tidak panjang, karena kamu membuatku menjadi orang yang lebih baik, kamu harus membuatnya menjadi lebih baik, kamu turuti omongannya yang baik-baik dan jangan turuti yang jelek, seberapapun dia mencintaimu, kamu harus bisa membalasnya, tidak dengan cara yang tidak benar, tetapi hanya dari hati, buatlah dia menjadi orang yang lebih dewasa, karena tujuan itulah kenapa orang-orang berpacaran, untuk menjadi lebih dewasa, kamu juga jangan pernah lupa sama teman-temanmu, kamu harus bisa membagi waktu pacaran sama waktu bersama teman, waktu bersamaku, haha, karena kamu udah punya pacar sekarang, sepertinya aku harus mulai menjaga jarak hehe.”
            “Simple dan tidak panjang ya? Haha makasih ris, kamu gak usah khawatir, aku masih pingin bisa dekat dengan kamu, Irfan orangnya baik, dia tidak mungkin marah gara-gara aku dekat sama kamu, dia tau aku deket sama banyak cowok, tapi aku akan selalu menunjukan kalau aku punya pacar, jadi jangan khawatir, aku gak mungkin menduakannya, haha.”
            “Ya gak mungkinlah ya, aku percaya bahwa kalian bisa saling menjaga, hmm udah malem nih rii, kamu nelponnya malem-malem siih, jadinya kita gak bisa berbicara panjang lebar.”
            “Haha iya maaf, aku baru beli pulsa, dibeliin lagi hehe”
            “Sama Irfan ya? Haha, yaudah aku balik dulu ya, ingat pesan-pesanku ya, jangan hanya didengarkan lhoya.”
            “Oke oke siap bapaak.”
            “Yaudah aku pulang dulu ya, sampai ketemu lagi”
            “Hati hati ris!”

            Ternyata orangtuaku sedang menungguku dirumah, ayahku mendapat pekerjaan di Malang yang menjanjikan. Orang tuaku bertanya apakah aku ingin ikut pindah ke Malang atau melanjutkan sekolah dulu sampai selesai. Kebetulan saat itu sedang liburan semester, jadi aku tidak akan ketinggalan pelajaran. Aku memikirkannya dengan baik-baik, mereka memberiku waktu sampai besok pagi karena kita akan berangkat minggu depan. Mereka akan mencari sekolah baru apabila aku ikut dengan mereka.

            Sudah tidak ada lagi yang tersisa untukku disini. Jika aku terus di Jakarta, semangatku pasti akan menurun, mungkin ini adalah saatnya aku berpindah dan mencari teman-teman yang baru. Lagian aku kekurangan teman akibat dari berpacaran dengan Bella. Setahun aku selalu mementingkan dirinya daripada teman-temanku. Ini adalah saatnya perubahan, semua perasaan sudah aku utarkan kecuali perasaanku pada Maria. Aku harus mengatakannya sebelum aku pergi ke Malang.

            Keesokan harinya, aku sudah membuat kepastian untuk mengikuti orangtuaku ke Malang.  Secara otomatis aku harus berpamitan kepada teman-temanku. Jadi setelah beres-beres aku pergi jalan-jalan bersama teman-temanku, aku saat itu ingin mentraktir mereka makan dan ayahku memberi uang terakhir untuk hidupku di Jakarta. Maria ikut bersama Irfan dan aku hanya bisa melihat mereka dengan cemburu tersimpan dalam hati.

            Saat aku pulang, ayahku bertanya apakah aku ingin mengikutinya besok ke Malang untuk mencari rumah baru. Ia tak mengajak ibu dan adikku karena masih ada yang harus di bereskan. Lalu aku memutuskan lagi untuk ikut. Mulai besok aku akan meninggalkan teman-temanku. Jadi sebelum besok terjadi, aku ingin mengutarkan seluruh perasaanku pada Maria. Karena ia sudah memiliki Irfan, aku mengutarkannya melalui tulisan yang akan kuberikan pada kakaknya Maria.
            
Isi surat itu
            Dear Maria, 
         Asiik pakai ‘dear’ haha, mungkin ini adalah kenangan terakhirku dari Jakarta, Ini akan menjadi surat terpenting yang pernah aku tulis di masa SMA ku ini, masa SMA yang tak dapat aku benar-benar nikmati. Ada sebuah rasa yang terpendam di dalam diriku yang belum aku sampaikan padamu, aku ingin mengatakannya saat aku putus dengan Bella, karena itu mungkin ini adalah perasaan teregois yang pernah aku miliki, perasaan itu adalah aku mencintaimu Maria. Aku bukan penulis yang handal, aku hanyalah seseorang siswa biasa yang nilai bahasa Indonesianya selalu dapet nilai pas. Aku ingin berterima kasih padamu, satu semester yang aku dapatkan denganmu benar-benar membuatku berubah dan membuatku lebih mengerti siapa diriku yang sebenarnya, seandainya kita sudah lebih dekat sejak kita pertama kali satu sekolah sejak kelas 6 sd, aku pasti sudah mencintai dan menyampaikan perasaanku padamu. Tetapi aku terbodohi oleh penampilan, aku selalu melihat wanita dari kecantikannya, ini bukan berarti kamu gak cantik lhoya, hehe. Menurutku kamu imuuut dan unyuu abiss, haha. Aku bodoh Maria! Aku selalu memilih permata! Aku memilih permata yang tak bisa aku olah. Kalau saja aku bisa tau arti cinta yang sebenarnya sebelumnya aku pasti akan memilih kamu daripada permata. Kamu itu bukan permata, tetapi kamu lebih seperti bulan yang menerangi kegelapanku. Diriku tanpa kamu hanyalah malam tanpa ada yang menerangi. Bintang-bintang saja tak cukup, aku butuh rembulan sebagai penerang terbesar di malam hari. Aku menginginkanmu Maria. Sekarang kini kau bersama Irfan, aku hanya bisa berharap kepadamu kebahagiaan dengannya. Jaga dirimu ya Maria. Kau memang spesial dan Irfan lelaki yang beruntung bisa memilikimu, sampai jumpa lagi ya Maria, aku mencintaimu.

Surat itu aku berikan kepada kakaknya pada keesokan harinya pada pukul 6 pagi, satu jam sebelum aku berangkat. Maria yang saat itu sedang tidur tak tau bahwa aku berada di depan rumahnya bersama kakaknya.
            Saat aku pulang, aku dengan keluargaku langsung pergi ke stasiun kereta api. Aku berpamitan kepada Ibuku dan adikku. Aku dan ayahku mendapatkan tempat di kelas bisnis, ini semua berkat kerja keras ayahku.

            5 menit lagi dan aku akan meninggalkan Jakarta bersama dengan kenangannya, aku melihat seseorang wanita memakai jaket hitam yang sepertinya masih memakai baju tidur nya. Itu adalah Maria, ia sepertinya berlari mencariku. Aku bilang kepada ibuku untuk membawa Maria datang ke sini. Maria menengok ke arah ibuku dan berlari ke arahnya. Kereta sudah mulai bergerak, hanya kaca jendela yang memisahkan kita. Aku melihatnya membawa suratku dan meneteskan air mata, aku melihatnya seperti mengatakan sesuatu tetapi aku tak tau apa. Keretanya sudah mulai berlaju dengan cepat dan aku tak tau apa yang Maria ingin katakana saat itu.


            Aku hanya berdiri melihatnya bersama ibuku dan adikku mengejar kereta sampai mereka tak terlihat lagi. Apakah kata-kata terakhir dari Maria?

The End

0 komentar:

Posting Komentar